Selasa, 14 Juni 2016

Berdamai dengan keadaan

Sebenarnya lagi suntuk aja gitu, gak tahu diri juga padahal lusa mau UAS psikologi kepribadian dan sekarang malah asyik main blog dan buka buku buat belajar hanya sekedar wacana :"D ya Allah ampuni dosa hambamu ini.

Untuk yang pertama kalinya aku menjalankan ibadah puasa jauh dari keluarga, yah tebak saja semuanya tentu berubah dan jauh lebih "miris" ketika menjalankan puasa sendirian. Tapi ya enggak sengsara banget gitu ya, aku masih bersyukur setidaknya walaupun puasa kali ini sahur dan buka sendirian, cari makan sendiri, bangun enggak ada yang bangunin tapi aku masih bisa merasakan kebahagiaan dan pengalaman yang enggak akan mungkin terlupakan. Iya kan itu pasti, waktu enggak akan terputar lagi bro. Belum tentu tahun depan bakal seseru atau semiris puasa tahun ini kan, HHH. 

Oh ya, sebenarnya super duper sedih banget syih. Udah berapa tahun ya sejak ayah meninggal, hmm iya 5 tahun udah puasa enggak bisa bareng ayah lagi. Rumah jadi sepi, dulu puasa cuman bareng mama sama kakak. Tahun ini jadi tahun paling menyedihkan, gimana enggak. Aku, kakak dan mama jadi enggak bisa puasa bareng, enggak ada tuh nonton Para Pencari Tuhan pas waktu sahur, terus enggak ada lagi makan gorengan dan minum es buah bareng pas waktu buka. Pada jauh - jauhan, di Gresik, Malang, Magelang. Okeee terpisah jarak.

Heyy ya, tapi yaaaa aku ucapin so thanks banget buat Novi. Bhaaks, meski kamu adalah teman ter-rewel dan bawel tapi bersama kamu aku melewati sahur dan puasa kali ini. Terimakasih atas 'martabak mie' atau 'omlet' atau apalah itu ya namannya terserah. Heheey, iya martabak mie ala novi menjadi menu buka puasa kami berdua. Dengan peralatan seadanya, maklum di kosan gaada dapur ya alhasil dia memakai magic jar nya untuk memasak martabak mie itu dan finally berhasil dan rasannya mantaaap. Dan aku hanya menyediakan minumannya yaitu es nutrisari haha. Yaa biarkan kami berdua bersenang - senang dengan kesederhanaan dan keterbatasan anak kos yah gengs.



Rasannya jadi anak rantau yang jauh dari orang tua, kami iri denganmu yang tak harus pindah kota. Ya beginilah suara hati kami anak anak rantau yang terpisah ratusan kilometer dari orang tua dan keluarga. Seringkali kami merasa iri pada kalian yang bisa setiap hari bertemu dan bercengkrama dengan orang tua.

Sedangkan kami rindu sering menghinggapi tapi jarak dan waktu tak memungkinkan untuk hanya sekedar bersua. Andai kesempatan itu selalu ada. Kami sadari inilah takdir yang harus kami jalani.

Lahir dari rahim seorang ibu, tumbuh besar untuk kemudian pergi dan menghilang, lenyap terisap dunianya sendiri-sendiri.

Setelah selesai beraktivitas kamu yang lelah ditunggu masakan ibu dirumah. Sedangkan kami, harus beli atau masak sendiri. Gitu kamu masih ngeluh ? Kamu bener – bener kurang bersyukur kalau masih tinggal serumah sama orang tua, tapi masih aja ngritik masakannya. Sesekali pergilah merantau, puluhan kilometer pun tak apa walau hanya tetangga kota. Kamu akan merindukan mereka. Sesederhana masakan atau makanan yang sudah selalu siap sedia. Sementara kami yang jauh dari orang tua masih harus mengalahkan lelah dan lapar sendiri. Kalau membayangkan masakan ibu dirumah, sesederhana apapun akan kami syukuri.

Orang tua dengan sabar menunggu saat-saat anaknya pulang sebentar ke rumah. Walau nanti harus melepaskan pergi merantau lagi. Terkadang kami juga membayangkan rasannya jadi ayah atau ibu. Mereka bekerja keras untuk anak-anaknya. Lalu saat sudah tua, anaknya tak lagi tinggal bersama. Mereka menghabiskan hari dengan membaca surat kabar, merawat bunga – bunga dan ditemani buku-buku yang kami kirim atau bawa ketika kami datang. Terbayang betapa bahagianya mereka kala kami pulang sebentar, walau setelah itu mereka dengan berat hati harus ikhlas melepas kami merantau lagi.

Tapi mereka mengerti, ini soal prioritas dan kesempatan. Untuk pendidikan, kadang memang harus tinggal jauh-jauhan. Kami bahagia dengan apa yang sedang kami jalani, memang. Tapi hidup itu soal pilihan, iya. Apa kalian tahu, kami juga menyimpan kesedihan. Sebab, orang tua terlebih ibu merupakan salah satu bagian yang penting dalam hidup kami. Sehingga, jika ada waktu luang kami selalu menomorsatukan pulang, menemani mereka.

Jadi orang yang setia, dari lahir-sekolah-kuliah-kerja dikota yang sama, bukankah itu hal yang mewah dan istimewa? Mungkin kalian tentu juga iri pada kami yang bisa merantau kemana-mana, ke kota lainnya. Tapi tak bisa dipungkiri, kota kelahiran akan selalu menjadi tempat nomer satu dihatimu. Kamu mungkin pernah merasa ingin berpindah dan menggapai mimpi dikota lain, tapi kamu tetap teguh mencintai kota tempat kelahiranmu. Percaya dan yakinlah bahwa kota kelahiranmu adalah tempat terbaik bagimu. Rumput tetangga memang selalu lebih hijau. Tapi inilah sejujurnya yang kami rasa. Terkadang rasa sangat ingin pulang, tapi kesempatan tak selalu datang.


Terimakasih Tuhan, semoga aku masih tetap bisa melewati ramadhan ditahun-tahun berikutnya. Ditulis saat sore tiba ditemani hujan rintik - rintik.Malang, Selasa 14 Juni 2016

4 komentar:

  1. UUUUUUU~ aku eksis di postnya nina. Rewel?bawel? haks you'll miss me when im moving :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaahh :(( perpindahan akan selalu terjadi dalam hidup kita nov :")

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Pertemanan paling keren yg baru aq ketahui...... kalian :)

    BalasHapus