Minggu, 29 Mei 2016

Selamat Menjadi Tua dengan Indah

Seneng banget belajar Psikologi, nih salah satunya aku lebih bisa memahami dan mengerti sesama manusia. Dan hari ini aku belajar untuk lebih memahami lansia. Semoga tidak berhenti dihari ini saja, semoga kita selalu memperhatikan dan menyayangi para lansia disekitar kita. Kalau bukan kita yang memperhatikan mereka. Lantas siapa lagi ? 

Ada apa sih dihari ini ? 
Tau nggak sih kalau 29 mei ditetapkan sebagai Hari Lansia Nasional. Seperti yang tertera pada data infografik diatas. Tentu mengejutkan bukan ? Yuk kita sebagai generasi muda bergerak membantu para lansia menjadi lebih siap dan sigap menjalani masa tuannya. 
Bagaimana carannya ? Gampang banget teman-teman, saudara sebangsa dan setanah air
dengan cara :
1. Libatkan anggota keluarga untuk memberi perhatian dan memahami orang tua yang sudah lanjut.
2. Bantu orangtua untuk aktif dalam kegiatan sosial atau kerohanian bila masih mampu.
3. Beri kesibukan yang bisa menyalurkan hobbi agar orangtua dapat terhibur misalnya, berkebun, menanam tanaman hias, merajut, memancing, dsb.
4. Perhatikan pola gizi yang sesuai untuk orang usia lanjut.
5. Sekali waktu jadwalkan rekreasi bersama kakek dan nenek dengan seluruh anggota keluarga atau mengadakan reuni keluarga.
Yang terakhir dan yang paling penting adalah ungkapan cinta dan kasih sayang dari anak-anak dan anggota keluarga yang akan membuat orang lanjut usia menikmati masanya. Lansia itu ada di mana-mana. Mari membuka hati untuk memperhatikan keberadaan mereka. Yuk jadikan masa tua menjadi masa yang indah. #‎lansiabahagia #‎harilansianasional




Dan saya jadi teringat akan sesuatu, teringat oleh Mama saya yang kian lama kian menua. Dan aku kerap dirundung khawatir ketika memikirkan beliau. Satu tanyaku saat melihat wujudmu perlahan mulai menua :
“Sampai detik ini, apakah anakmu ini sudah cukup membuatmu bahagia serta bangga, Mama?”
Jangan terlampau cepat meninggalkanku, Mama. Berjanjilah untuk terus bersamaku.

Karena walau berjauhan raga, aku sungguh masih ingin memelukmu setiap harinya.
Karena aku ingin putra-putriku mengenalmu dengan baik, sebaik aku pula yang kau cintai dengan sempurna

Maafkan aku, yang mungkin masih selalu menyimpan malu.
Untuk sekadar mengucap sayang padamu.

Maafkan aku, yang mungkin masih belum mampu jujur.
Untuk mengucap bahwa sesungguhnya aku ingin selalu berada dekat.
Dan tidak kalah oleh jarak.

Maafkan aku, karena baru menyadari bahwa ketika sekarang aku sibuk mendewasa.
Kau justru sedang bersiap menuju tua: Keriput di mana-mana, mulai tidak sigap dan tidak siaga, serta lemah dan mudah kehilangan tenaga.

Mama renta dan lemahmu, seharusnya mampu menjadi sumber sabar dan sadarku.
Bahwa Tuhan sedang membuatku tidak lupa.
Bagaimana cinta seharusnya ditebar dan dibina.













Minggu, 01 Mei 2016

Makin menebal persoalannya



Minggu ini membuat aku ingin pergi dari kejenuhan rutinitas ini. Minggu yang membuat semua rasa entah tercampur aduk. Hingga aku sendiri sudah tidak merasakannya.
Aku rindu. Mati - matian kucoba untuk menciptakan kenyamanan seperti dirumah. Tapi kehangatan yang Mama tawarkan ternyata tak semudah itu dibawa pindah. Sebab disini aku baru sadar bahwa masakan Mama jauh lebih berharga dari sekadar kumpulan sayur dan bumbu - bumbu. Ada cinta dan kesabaran yang Mama tuangkan disitu.
Maaf ya Ma, aku anakmu ini jarang menunjukkan penghargaannya saat aku masih bersamamu dulu. Barangkali memang jarak dan kedewasaan yang dibutuhkan sebelum kini aku tahu betapa besar pengorbananmu. Berjanji padaku ya Ma, Mama harus sehat - sehat selalu supaya bisa terus memasak masakan rumah yang lezat itu untukku ...

Takut jauh, Mungkin memang sudah isyarat naluri jika Mama dirundung sindrom takut jauh. Bisa jadi karena mereka khawatir dilupakan. Sebab bukankah kita terus sibuk merapal bilangan usia, mengejar mimpi - mipi dan merindukan jodoh yang entah siapa dan dimana.

Bersamaan dengan itu pula, Mama diam - diam menyimpan kecemasan. Bagaimana jika sang mimpi besar telah berhasil menelan memori tentang keluarga, tentang rumah kecil pemiliknya. Bagaimana jika karir anak - anak yang telah setinggi langit, membuat mereka merasa berat kembali ke Bumi, tempat kerinduan Mama bersemayam.

Bersamaan dengan itu pula Mama menyimpan ketakutan. Bagaimana jika si jodoh yang terus kita pertanyakan, akan benar - benar membawa kita pergi jauh dari sisi mereka. Bagaimana jika sang belahan jiwa membuat mereka tak lagi disebut - sebut, tiada lagi diingat. Bagaimana jika Mama tak lagi sehati dan sejiwa dengan anak - anak yang seumur hidup telah menjadi belahan jiwanya.

Pernahkan Mama meminta kita tetap berada didekatnya. Pergilah tapi jangan jauh - jauh, Nak. Katanya. Atau justru sebaliknya. Dengan sengaja Mama membiarkan kita melanglang jauh. Jangan khawatir, Nak. Doa ibu telah menjadi payung teduhmya. Bagaimanapun mereka merelakanmu pergi, menjaga jarak untuk tetap berdekatan denganmu ibarat suplemen masa tua. Agar mereka tetap kuat dari balik tubuh ringkihnya yang termakan usia. Biar bisa meyakinkan diri jika dirimu baik - baik saja, dalihnya.

Bukankah kita seringkali terjebak paradoks ? Apa yang sebenarnya dekat, rasannya seperti amat jauh, sebab kita tidak pernah benar - benar menghargai kedekatan itu. Sedangkan mereka yang ditimpa keterpisahan jarak, justru terus merasa dekat, sebab mereka mampu memahami bahwa jarak adalah cara lain untuk menjaga, Perasaan Mama terlalu banyak yang mengkristal menjadi doa, daripada mengudara bersama kata. Sayangnya kita masih tergagap menerjemahkannya,


Jauh tidak selalu berarti terpisah jarak. Dekat tidak selalu berarti bersama.Ini hanyalah soal rindu yang ingin terus dijaga nyalanya.Dan tahukan, yang menjaga rindu itu tetap menyala adalah doa.Sebab bukankah doa anak anak yang shalih ibarat cahaya yang tak pernah padam?


Dari Nina- anakmu,

yang akan selalu terus;

mencintaimu dan merapal doa untukmu.