Sebenarnya lagi suntuk aja gitu, gak tahu diri juga padahal
lusa mau UAS psikologi kepribadian dan sekarang malah asyik main blog dan buka
buku buat belajar hanya sekedar wacana :"D ya Allah ampuni dosa hambamu
ini.
Untuk yang pertama kalinya aku menjalankan ibadah puasa jauh
dari keluarga, yah tebak saja semuanya tentu berubah dan jauh lebih
"miris" ketika menjalankan puasa sendirian. Tapi ya enggak sengsara
banget gitu ya, aku masih bersyukur setidaknya walaupun puasa kali ini sahur dan
buka sendirian, cari makan sendiri, bangun enggak ada yang bangunin tapi aku
masih bisa merasakan kebahagiaan dan pengalaman yang enggak akan mungkin
terlupakan. Iya kan itu pasti, waktu enggak akan terputar lagi bro. Belum tentu
tahun depan bakal seseru atau semiris puasa tahun ini kan, HHH.
Oh ya, sebenarnya super duper sedih banget syih. Udah berapa
tahun ya sejak ayah meninggal, hmm iya 5 tahun udah puasa enggak bisa bareng
ayah lagi. Rumah jadi sepi, dulu puasa cuman bareng mama sama kakak. Tahun ini
jadi tahun paling menyedihkan, gimana enggak. Aku, kakak dan mama jadi enggak
bisa puasa bareng, enggak ada tuh nonton Para Pencari Tuhan pas waktu sahur,
terus enggak ada lagi makan gorengan dan minum es buah bareng pas waktu buka.
Pada jauh - jauhan, di Gresik, Malang, Magelang. Okeee terpisah jarak.
Heyy ya, tapi yaaaa aku ucapin so thanks banget buat Novi.
Bhaaks, meski kamu adalah teman ter-rewel dan bawel tapi bersama kamu aku
melewati sahur dan puasa kali ini. Terimakasih atas 'martabak mie' atau 'omlet'
atau apalah itu ya namannya terserah. Heheey, iya martabak mie ala novi menjadi
menu buka puasa kami berdua. Dengan peralatan seadanya, maklum di kosan gaada
dapur ya alhasil dia memakai magic jar nya untuk memasak martabak mie itu dan
finally berhasil dan rasannya mantaaap. Dan aku hanya menyediakan minumannya
yaitu es nutrisari haha. Yaa biarkan kami berdua bersenang - senang dengan
kesederhanaan dan keterbatasan anak kos yah gengs.
Rasannya jadi anak rantau yang jauh dari orang tua, kami iri
denganmu yang tak harus pindah kota. Ya beginilah suara hati kami anak anak
rantau yang terpisah ratusan kilometer dari orang tua dan keluarga. Seringkali
kami merasa iri pada kalian yang bisa setiap hari bertemu dan bercengkrama
dengan orang tua.
Sedangkan kami rindu sering menghinggapi tapi jarak dan
waktu tak memungkinkan untuk hanya sekedar bersua. Andai kesempatan itu selalu
ada. Kami sadari inilah takdir yang harus kami jalani.
Lahir dari rahim seorang ibu, tumbuh besar untuk kemudian
pergi dan menghilang, lenyap terisap dunianya sendiri-sendiri.
Setelah selesai beraktivitas kamu yang lelah ditunggu
masakan ibu dirumah. Sedangkan kami, harus beli atau masak sendiri. Gitu kamu
masih ngeluh ? Kamu bener – bener kurang bersyukur kalau masih tinggal
serumah sama orang tua, tapi masih aja ngritik masakannya. Sesekali pergilah
merantau, puluhan kilometer pun tak apa walau hanya tetangga kota. Kamu akan
merindukan mereka. Sesederhana masakan atau makanan yang sudah selalu siap
sedia. Sementara kami yang jauh dari orang tua masih harus
mengalahkan lelah dan lapar sendiri. Kalau membayangkan masakan ibu dirumah,
sesederhana apapun akan kami syukuri.
Orang tua dengan sabar menunggu saat-saat anaknya pulang
sebentar ke rumah. Walau nanti harus melepaskan pergi merantau lagi. Terkadang
kami juga membayangkan rasannya jadi ayah atau ibu. Mereka bekerja keras untuk
anak-anaknya. Lalu saat sudah tua, anaknya tak lagi tinggal bersama. Mereka
menghabiskan hari dengan membaca surat kabar, merawat bunga – bunga dan
ditemani buku-buku yang kami kirim atau bawa ketika kami datang. Terbayang
betapa bahagianya mereka kala kami pulang sebentar, walau setelah itu mereka
dengan berat hati harus ikhlas melepas kami merantau lagi.
Tapi mereka mengerti, ini soal prioritas dan kesempatan.
Untuk pendidikan, kadang memang harus tinggal jauh-jauhan. Kami bahagia dengan
apa yang sedang kami jalani, memang. Tapi hidup itu soal pilihan, iya. Apa
kalian tahu, kami juga menyimpan kesedihan. Sebab, orang tua terlebih ibu
merupakan salah satu bagian yang penting dalam hidup kami. Sehingga, jika ada
waktu luang kami selalu menomorsatukan pulang, menemani mereka.
Jadi orang yang setia, dari lahir-sekolah-kuliah-kerja
dikota yang sama, bukankah itu hal yang mewah dan istimewa? Mungkin kalian tentu juga iri pada kami yang bisa merantau
kemana-mana, ke kota lainnya. Tapi tak bisa dipungkiri, kota kelahiran akan
selalu menjadi tempat nomer satu dihatimu. Kamu mungkin pernah merasa ingin
berpindah dan menggapai mimpi dikota lain, tapi kamu tetap teguh mencintai kota
tempat kelahiranmu. Percaya dan yakinlah bahwa kota kelahiranmu adalah tempat
terbaik bagimu. Rumput tetangga memang selalu lebih hijau. Tapi inilah
sejujurnya yang kami rasa. Terkadang rasa sangat ingin pulang, tapi kesempatan
tak selalu datang.