Nanti setelah akhirnya tiap kali kamu inget tapi kamu senyum dan dada rasanya hangat, kamu naik kelas. Ikhlas …
Iya, tentu saja saya punya masa lalu. Kalian juga. Semua
orang didunia ini juga. Apa yang harus kita lakukan? Bungkus. Taruh di ruang
terkecil di hati dan pikiran kita, dan tempatkan di pojokan. Kita akan
melihatnya sesekali. Menangis mengingatnya atau tertawa mengenangnya. Kalau sudah
selesai, masukkan lagi dan kembalikan ke tempatnya, di pojokan. Ini hanya untuk
menyadarkan bahwa, kita mengakui kita tidak bisa lupa, tapi kita juga tidak
harus tinggal di sana. Hidup kita yang sebenarnya ya sekarang ini, detik ini,
waktu sekarang, dengan apa yang kita lakukan, dan dengan orang-orang yang ada
di depan kita. Itu saja.
Lalu masa depan? Belum terjadi. Kita sedang merancangnya.
Lakukan apa yang terbaik yang bisa kita lakukan sekarang ini, untuk berjalan ke
masa depan. Karena bagaimanapun juga, apa pun yang kita lakukan sekarang ini
memengaruhi apa pun yang terjadi di masa depan nanti. Ini rumus yang lebih
pasti dari semua rumus eksakta yang ada di bumi bukan ….
Semoga kita memiliki ikhlas yang tak pernah bertepi,
tanggung jawab meski hal kecil menanti, sabar meski dera datang tak kenal
henti, dan kesungguhan meski kita sering diremehkan berkali – kali.
Atas semua bahagia yang sering kali kuhancurkan untuk sebuah
kesedihan, hati ini kupatahkan.
Atas semua kesedihan yang sering kali kutertawakan untuk
sebuah kebahagiaan, hati ini kutipu habis – habisan.
Namun dari sanalah aku mengerti arti sebuah kepuasa. Menghasilkan sebuah tulisan dari hati yang sering kali kupermainkan.
Terimakasih, telah menjadi hati yang tulus untuk terus belajar
dari yang menyakiti.
*Aku menulis ini ketika mataku tak lagi menangis. Aku menulis ini ketika mulutku tak mampu lagi berkeluh*